Rabu, 24 Oktober 2007

PERDAMAIAN DIHARI FITRI

Dul Shomad
PERDAMAIAN DIHARI FITRI
Buntut dari lomba tujuh belasan yang lalu, rupanya belum juga selesai. Ketika itu tim dari desa Melati saling bertemu dalam final lomba sepak bola antar kelurahan dengan tim desa Salamat. Namun karena terjadi perselisihan antar pemain dilapangan, terjadilah perkelahian yang berbuntut bentrokan antar supporter hingga diluar lapangan.
Sejak saat itu kedua warga saling menyerang dan saling dendam. Meskipun dari aparat kepolisian sudah berkali-kali mengamankan dan selalu berjaga-jaga diperbatasan desa, namun masih juga terjadi bentrokan. Sudah beberapa kali kedua kepala desa duduk satu meja untuk mendamaikan masalah ini, namun hasilnya tetap kurang memuaskan. Berbagai cara lainpun juga diupayakan agar kedua warga damai seperti ketika akan diadakan peringatan Isro’ Mi’roj bersama, namun tetap saja menemui kegagalan.
Saat bulan Ramadhan datang, timbul gagasan dari para pimpinan desa untuk mengadakan safari tarawih dan kunjungan secara bergantian para tokoh dikedua desa tersebut, hasilnya masih juga mengecewakan. Saat para tokoh desa Melati berkunjung dan tarawih didesa Salamat dan sebaliknya, sebenarnya sudah diterima dengan baik, namun dari pihak arus bawah (warga biasa) masih saja saling bersitegang, masing-masing ingin melampiaskan dendamnya.

Melihat situasi kedua desa yang tak kunjung berhenti, Dul Shomad merasa sedih dan prihatin. Meski ia termasuk warga desa Melati, baginya kedua desa itu adalah bagian darinya. Meskipun orangnya sederhana, warga kedua desa itu sangat menghormati dan merasa segan, karena selain bijaksana, rendah hati, ia sering dimintai nasehat jika orang-orang merasa kesulitan dalam memecahkan berbagai persoalan.

Pada suatu malam, Ia mengunjungi kedua sesepuh desa, pak Unang dari desa Melati dan pak Mukhlis dari Salamat yang kemudian bertiga diajak duduk satu meja dimasjid Nurul Hidayah desa Melati untuk mendamaikan perselisihan itu.
“Assalamualaikum,.....bapak-bapak, bukannya saya nglancangi anda, tapi saya merasa prihatin dengan kondisi warga bapak-bapak yang tak kunjung damai, meski sudah ditempuh dengan berbagai cara. Izinkan saya mengungkapkan sesuatu agar mereka semua damai”, kata Dul Shomad. “Ooo...silahkan..silahkan saya sangat berterimakasih pada pak Dul yang mau peduli dengan kondisi warga kami”, kata pak Unang. “Yaa..sudah sejak lama saya memikirkan bagaiman caranya mereka mau rukun lagi seperti dulu”, sambung pak Mukhlis. Dul Shomad mulai mengungkapkan ide-idenya,”Begini..bagaimana jika nanti pada saat pelaksaaan zakat fitrah, hasil pengumpulan beras dari warga Melati dibagikan pada fakir miskin desa Salamat, dan sebaliknya. Kemudian pelaksaan sholat Ied yang sejak dulu dilakukan dimasjid desa masing-masing, mulai besok dilaksanakan jadi satu dilapangan sepak bola, kemudian setelah selesai semua berkumpul untuk saling minta maaf”. “Bagus juga usulmu pak Dul, saya mendukung”. Kata pak Unang. “Saya juga mendukung”, sahut pak Mukhlis.

Malal hari raya telah tiba, tibalah pelaksaan zakat fitrah. Setelah beras terkumpul semua, oleh panitia lalu diangkut dengan becak, dari desa Melati menuju desa Salamat untuk dibagikan fakir miskin disana, begitu juga sebaliknya dari desa Salamat ke desa Melati. Wargapun menyambut baik karena diberi beras. Pagiharinya, warga kedua desa tersebut berbondong-bondong pergi kelapangan untuk melaksanakan sholat Ied yang sudah diumumkan jauh-jauh hari yang lalu. Warga terkejut karena tidak mengira kalau mereka akan berkumpul menjadi satu dilapangan, namun karena ini momennya hari raya, mereka hanya menahan diri untuk tidak saling menyerang. Kemudian saat khotbah yang diisi oleh Dul Shomad sendiri menghimbau tentang arti perdamaian dan saling memaafkan dihari raya ini dengan jelas dan menarik untuk didengar. Diakhir khotbahnya Dul Shomad mengatakan, “Para hadirin jamaah sholat Ied...jika memang kalian merasa muslim sejati, ...ayo tunjukkan apa yang dilakukan Rasul, yaitu sifat pemaaf. Bagaimana...?. Dan nanti seusai sholat Ied, kalian semua harus saling maaf-memaafkan lahir dan batin...maauu ?”. Pada awalnya semua diam. Lalu saling memandang, dan akhirnya........semua hadirin mengangguk. “Alhamdulillah...akhirnya semua mau..tapi yang ikhlas ..habis ini tidak ada lagi rasa saling dendam”, kata Dul Shomad.
Usai sholat Ied mereka berkumpul jadi satu antara warga desa Melati dan Salamat. Semua saling berjabat tangan, terharu dan bahkan ada yang menangis sesenggukan.
“Alhamdulillah..akhirnya mereka rukun kembali.”, kata pak Mukhlis dengan memandangi orang-orang dengan mata berkaca-kaca karena terharu. (kak Haidar)

Tidak ada komentar: