Selasa, 23 Oktober 2007

Abu Dzar Al-Ghifari

Abu Dzar Al-Ghifari sipenentang korupsi dan benci kekikiran

Meski namanya tak sebesar dan setenar sahabat-sahabat lainnya seperti Abu Bakar, Ustman, Umar serta Ali, namun sosoknya merupakan tokoh yang paling keras dalam menentang siapa saja yang suka menimbun harta, mengambil kekayaan Negara untuk kepentingan pribadi.

Semasa kekhalifahan Ustman ibnu Affan, banyak pejabat yang menyelengkan harta Negara hanya untuk kepentingan pribadi, namun ia tak pernah gentar dan berhenti untuk membersihkan mereka yang terlibat termasuk kalngan istana sekalipun. Begitu juga dimasa pemerintahan Muawiyah, ketika itu sedang membangun istana hijau atau lebih dikenal dengan nama Istana Al-Khizra. Beliau menegur dengan tegas kepada Pemerintah,” Kalau anda membangun istana ini dengan uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang Negara. Kalau Anda membangunnya dengna uang sendiri, dari mana sumber kekayaan Anda sehingga mampu membangun istana ini?
Katanya. Muawiyah hanya terdiam mendengar teguran sahabatnya ini.

Perjuangannya dalam memberantas kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme sangat keras, meski harus dikecam dan dimusuhi oleh banyak orang. Baginya adalah suatu kewajiban setiap muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin.

Kepeduliaanya kepada fakir miskin sangat besar, hal ini tercermin dengan sikapnya yang wara’ dan zuhud. Karena sikap inilah yang sangat dipuji Rasulullah Saw, hingga ketika Rasulullah menjelang wafat, dipanggillah Abu Dzar dan dipeluk sambil berkata “Abu Dzar akan terap sama sepanjang hidupnya. Dia tidak akan berubah walaupun aku meninggal nanti” . Ucapan Rasul ternyata benar, karena sampai akhir hayatnya, Abu Dzar tetap dalam kesederhanaan, peduli dengan fakir miskin dan sangat soleh.
Sikap hidupnya yang menentang keras segala bentuk penumpukkan harta, membuat banyak kecaman dari kaum Quraisy, di masa Khalifah Utsman termasuk Muawiyah.
Suatu kali pernah Muawiyah yang menjadi Gubernur Syiria, memanggil Abu Dzar agar membolehkan umat menumpuk kekayaannya. Namun, usaha itu tak menggoyahkan keteguhan pandangannya. Karena jengkel, Muawiyah melaporkan kepada Khalifah Utsman ihwal Abu Dzar, hingga ia dipanggil namun pendiriannya tetap kokoh tak bergeming, bagaikan batu karang.

Adik-adik pembaca mengkin belum tahu siapa Abu Dzar ini ?
Sebelum masuk Islam, ia adalah seorang perampok besar dari suku Ghiffar dengan nama Jundab.yang ditakuti dijalur perdagangan Mekkah hingga Syiria. Teror dan gerakannya sangat luar biasa dan menakutkan. Namun selama dia berkiprah, hati kecilnya sangat berlawanan. Pergolakan batinnya berontak, hingga pada suatu hari, dengan ikhlas melepas seluruh kekayaan yang dimilikinya dan berhenti sebagai perampok termasuk mengajak seluruh kaumnya suku Ghiffar. Hal ini membuat sebagian dari kaumnya memberontak dan timbul pertentangan, dan Abu Dzar akhirnya bersama keluarganya hijrah ke Nejed dan akhirnya sampailah di Mekkah. Dikota inilah beliau bertemu dengan Rasulullah Saw. Begitu melihat ajaranyang sejalan dengan hatinya, tanpa ragu-ragu lagi ia masuk Islam dan memproklamirkan Islam didepan Ka’bah, meski pada saat itu masih dirahasikan. Mendengar semua ini, warga Mekkah marah dan menyiksanya yang akhirnya diselamatkan oleh Ibnu Abbas, karena mengingat akan timbulnya balas dendam dari suku Ghiffar jika Dzar terbunuh.

Sejak saat itu Abu Dzar berjuang dibawah panji-panji Islam, dan tugas utamanya dari Rasul adalah menyebarkan Islam dikalangan suku Ghiffar. Meskipun semua bekas perampok, namun alhamdulillah mau masuk Islam. Abu Dzar wafat dikampung jalan kafilah antara Irak-Madinah pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 32 H yang dishalati oleh Imam Abdullah ibnu Mas’ud. (Haidar)

Tidak ada komentar: