Rabu, 24 Oktober 2007

Dul Shomad

Dul Shomad
Hikmah dari kotoran bebek

Siang itu, sehabis shalat Dhuhur, sambil duduk dikursi tua didepan rumah yang terbuat dari rotan Dul Shomad terus memandangi warung-warung dipinggir jalan desa. Terlihat dari rona wajahnya, ia seolah-olah menunjukkan rasa prihatin bercampur kecewa, karena memperhatikan banyak orang keluar masuk warung, kadang ada yang sambil merokok dengan santainya. Maklumlah karena disiang hari saat bulan ramadhan, dari dulu dikampung Melati rasanya tabu, jika membuka warung, meskipun buka, namun diberi penutup kain atau tenda sehingga tidak terlihat dari luar. Entahlah kini budaya tabu agaknya makin luntur saja, hal inilah yang membuat perasaan Dul Shomad sebagai tokoh masyarakat dikapung itu merasa prihatin.
Pernah sekali dua kali ditegur dengan pelan dan halus, namun rupanya sipemilik warung tidak pernah menggubris dengan alasan yang macam-macam.
“Aku harus mencari cara agar bagaimana warung–warung itu tidak terlalu mencolok buka pada siang hari” kata Dul Somad dengan lirih sambil mengelus-elus jenggotnya yang memutih itu.

Pada suatu pagi , sepulang dari masjid, Dul Shomad bersama Hasan berjalan menyusuri jalan dimana warung-warung tersebut masih tutup. Ketika menoleh kesamping, tepatnya diseberang sungai, ada segerombolan bebek berjalan melewati jembatan kecil yang terbuat dari bambu. Bebek-bebek tersebut menuju kepersawahan untuk mencari makan. Ia berhenti sejenak sambil memperhatikan jembatan bambu itu, lalu tersenyum dan berkata. “Hmm..seandainya jembatan bambu ini kuambil, otomatis bebek-bebek itu melewati depan warung karena tidak bisa lewat jembatan ini. Dan inipun sebenarnya kan bukan jalan dan jembatannyapun bukan untuk dilewati orang.” “Wuaah…itu ide bagus pak Dul”, sambung Hasan. Kemudian kedua orang itu melompati sungai kecil dan mengambil dua batang bambu untuk jembatan tersebut dan dibuang jauh-jauh.

Satu jam setelah itu, mulai terlihat segerombolan bebek menuju persawahan yang biasanya melewati jembatan bambu, kini harus lewat jalan didepan warung-warung. Kemudian datang lagi segerombolan bebek yangf jumlahnya jauh lebih besar. Maklum penduduk desa Melati sebagian besar adalah peternak bebek, jadi tidak mengherankan jika setiap pagi ribuan bebek melawati jalan itu untuk menuju persawahan. Dan bisa ditebak, kotoran bebek terlihat disan-sini termasuk didepan warung. Dan disiang harinya, banyak kendaraan yang lewat, sehingga debu yang bercampur kotoran bebek tersapu angin hingga masuk diwarung-warung. Kontan saja para pembeli jijik melihatnya, sehingga sejak saat itu jarang pembeli yang mau mampir diwarung-warung tersebut pada siang hari. Karena sepinya pembeli, para penjualnya pada mengeluh, dan dalam beberapa hari saja warung-warung tersebut tutup, kemudian baru dibuka lagi pada saat sahur atau saat berbuka puasa. Kini dijalanan itu pada siang hari sudah tidak pernah dijumpai lagi orang yang keluar masuk warung serta merokok dijalanan.

Melihat semua itu Dul Shomad dan Hasan cuma tersenyum dan bersyukur. “Itulah satu-satunya cara menutup warung disiang hari pada saat orang-orang sedang berpuasa”. Kata Dul Shomad.***

Tidak ada komentar: