Selasa, 23 Oktober 2007

Abu Ubaidah

Panglima “kepercayaan umat” yang merindukan mati syahid
Oleh kak Syarif

Diantara sepuluh orang sahabat nabi yang dijanjikan surga oleh Allah adalah Panglima Abu Ubaidah Ibnul Jarrah. Beliau memeluk Islam sehari setelah sahabat Abu Bakar as Siddiq di Darul Arqom.
Sepanjang hidupnya hampir sebagian besar diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Islam. Hal ini tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia pada gelombang kedua lalu balik lagi, dan berangkat lagi ke Yatsrib untuk menyertai Rasul demi menyelamatkan Muhammad dan aqidahnya. Meski bertubuh kurus, tinggi dan berjenggot tipis, namun keberanian dan ketegasannya sangat luar biasa. Hal ini terbukti disemua medan perang saat melawan orang orang kafir. Peristiwa yang sangat penting pada perang Uhud. Ketika itu ia melihat ayahnya berdiri dibarisan depan orang orang kafir yang menyerang tentara muslim. Imannya diuji, ia harus memilih antara cinta kepada Allah atau ayahnya. Dengan tegas ia langsung menyerbu dan berhasil membunuh ayahnya sendiri yang kafir. Baginya, seorang panglima muslim harus mengesampingkan gemerlapnya dunia dan keluarga yang berlainan akidah. Siapapun orangnya tanpa memandang perbedaan, jika akidahnya sama adalah saudara. Sedangkan biarpun keluarga, jika berbeda akidah dianggap kafir. Maka turunlah ayat yang berbunyi : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang orang yang menentang Allahg dan Rasu-Nya, sekalipun orang orang itu bapak bapak, atau anak anak atau saudara saudara ataupun keluarga merek, mereka itulah orang orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang dating dari pada-Nya dan dimasukkan-Nya mereka kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Ny. Mereka itulah golongan Allah ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.”(QS Al Mujaadillah 22).
Cintanya pada Rasul terlihat ketika musuh sudah berhasil mengepung Rasululloh Saw yang merupakan sasaran utama untuk dibunuh pada perang Uhud. Ketika itu Rasulullah terluka karena hantaman rantai besi, wajahnya mengucur darah. Abu Ubaidah dan beberapa orang rekannya secara cepat menghunus pedangnya untuk melindungi Rasul dari serangan ganas musuh hingga gigi depannya tanggal. Meski berabagai medan perang telah Ia terjuni untuk mencari mati syahid, namun Allah Swt masih memberinya hidup

Dalam perang Dzatus Salaasil, Rasulullah Saw menugaskannya untuk memimpin pasukan sebagai bala bantuan Amru bin Ash. Namun Amru menyuruh Abu untuk mengikuti perintahnya karena menganggap pasukan Abu ‘Ubaidah yang baru datang itu sebagai bala bantuan. Abu ‘Ubaidah berkata, “Ya Amru, Rasululllah melarangku, kalian berdua jangan berselisih!. Apabila engkau membangkang kepadaku, biarlah aku yang patuh kepadamu!”. Alangkah indahnya kata-kata dan sikapnya itu.
Sisi lain dari kehebatan sahabat yang satu ini adalah kezuhudannya. Diera khalifah Umar bin Khatab, kekuasaan Islam telah meluas dan Abu Ubaidah menjadi gubernur di Syria`. Saat Umar berkunjung dan singgah dirumahnya, khalifah tersebut tidak melihat harta benda, perabot atau barang mewah sedikitpun kecuali pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Umarpun berkata,"Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya ?" Beliau menjawab, "Wahai Amirul
Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan." Memang sungguh lura biasa, seorang berpangkat setinggi gubernur mempunyai sifat seperti Abu Ubaidah.

Sebelum menjabat gubernur, Dia pernah dipercaya dan dipilih oleh Rasulullah Saw di Najran untuk menjadi guru dan penegak keadilan yang seadil adilnya, tanpa memandang siapa orangnya, agama, suku maupun golongan. Hingga Rasul pernah bersabda, “Tiap-tiap umat memiliki orang kepercayaan dan kepercayaan umat ini adalah Abu ‘Ubaidah ibnul Jarrah”. Sedangkan orang orang menyebut amiinul ummah "kepercayaan umat Islam", Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah, sebagai penyebar kalimat "Allahu Akbar" dinegeri Syam dan sekitarnya.
Ketika Ubaidah berhasil menaklukkan negeri Syam hamper seluruhnya berhasil, hanya tinggal beberapa benteng yang belum sempat direbut. Tiba-tiba terjadi serangan penyakit kolera menular hebat di kalangan pasukan kaum muslimin hingga banyak yang meninggal. Mendengar berita tersebut, Khalaifah Umar ingin menyelamatkan Abu ‘Ubaidah dari cengkeraman maut itu, dengan memanggil pulang. Namun oleh Abu ditolaknya, karena ia tidak mau memisahkan prajuritnya yang lagi menderita. Keinginannya sejak dulu adalah gugur ditengah tengah para prajuritnya atau dimedan pertempuran. Akhirnya beliau wafat karena penyakit menular itu pada tahun 18 H dalam usia 58 tahun ditengah tengah pasukannya saat menundukkan benteng musuh.. Merasa kehilangan, Khalifah Umar sampai berkata : “Kalau usia Abu ‘Ubaidah lanjut, aku akan mengangkatnya menjadi penerusku. Kalau Allah bertanya, atas dasar apa kau mengangkatnya, aku akan menjawab, “aku pernah mendengar Nabi-Mu mengatakan “Dia kepercayaan Umat ini”.

Tidak ada komentar: